Anak

Tidak ada seorang anakpun yang terlahir didunia atas kehendak dirinya sendiri, bila demikian siapa yang berkehendak disitu ?

Menjawab pertanyaan siapa yang berkehendak disini tentu harus dimulai dari proses sebab akibat sehingga si anak tersebut lahir didunia.
Sebab utama lahirnya si anak adalah karena kedua orangtuanya "berbuat" sehingga akibatnya si anak lahir.

Persoalannya, apakah perbuatan kedua orang tua tersebut "pasti" akan menyebabkan lahirnya si anak ?Jawabannya : "Tidak", karena apabila dua orang berlainan jenis tersebut "berbuat" maka setiap perbuatan tersebut "pasti" akan melahirkan seorang anak, tapi nyatanya tidak bukan?

Kalau begitu, kehendak kedua orang tua tersebut bukanlah suatu "hal mutlak" sebab lahirnya seorang anak, melainkan terdapat kekuatan atau hal lain yang "utama" yang menyebabkan hal tersebut. Sebab "utama" tersebut bagi kalangan beragama dan yang mempercayai Ketuhanan Yang Maha Esa difahami sebagai "Tuhan itu sendiri", artinya terdapat kehendak Tuhan atas lahirnya si anak tersebut.

Hari berganti hari, tahun berganti tahun, hingga anak itu menginjak titik awal kedewasaan (ABG), mulailah ia berfikir dan bertanya pada diri sendiri "kenapa orang tua saya tidak adil dan terasa kejam kepada saya?", si anak merasa diperlakukan berbeda dengan saudara kandung lainnya dan lain sebagainya. Timbul kebencian-kebencian dan ketidaksukaan-ketidaksukaan tertentu terhadap orang tuanya, si anak mulai mengabaikan "budi baik" orang tua dan "asal" si anak ditutupi oleh segala perasaan yang berkecamuk didalam dirinya.


Disinilah titik dimulainya si anak menggeluti "proses kehidupannya secara nyata", segala kejadian pada dirinya yang merupakan akibat dari orang tuanya tersebut , memicu keinginan dirinya untuk mulai menggali dan mempelajari sisi pribadi dan juga lingkungan yang mempengaruhinya baik dari sudut orang tua, keluarga, teman sekolah , saudara, dan lain sebagainya. Namun apa hasilnya, tiap-tiap anak yang ia temui, mengatakan hal yang kurang lebih sama, "pernah mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan dari orang tuanya". Benak si anak makin berkecamuk karena seringkali yang dianggap sebagai "perbuatan yang tidak menyenangkan tersebut" oleh anak yang lain ternyata bagi dirinya hanya "biasa" saja bahkan terkadang dapat dianggap "menyenangkan". Ternyata yang dianggapnya sebagai "perbuatan tidak menyenangkan" sangatlah relatif ketika dibandingkan dengan anak lainnya.


Kemudian proses kesadaran dirinya, mulai tergugah ketika dia menemui kesulitan hidup yang teramat sangat. Lalu ia menghadapinya dan berhasil. Disatu sisi ia melihat temannya yang memiliki kesulitan hidup yang kurang lebih sama tetapi prosesnya bukan bertambah baik tetapi semakin sulit dan mulai tampaklah kefrustasian temannya itu. Setelah peristiwa tersebut si anak tersadar bahwa justru "kemudahan" dirinya dalam berbuat dan menghadapi kesulitan hidupnya tersebut ternyata akibat bekal "perbuatan yang tidak menyenangkan"dari orang tuanya, sungguh menakjubkan.


Si anak mulai tersentak, ia tersadar bahwa sejak dari awal sebagai seorang anak tidak akan mungkin dirinya berkehendak sendiri atas kelahirannya, dan tidak juga dapat dipersalahkan "proses sebab" lahir dirinya yang diakibatkan oleh "perbuatan orang tua", ia berkesimpulan berarti memang ini sudah digariskan Tuhan kepada dirinya, segala proses kejadian dan hubungan anak-orang tua yang dialaminya semua sudah bagian dari garis kehidupan dirinya, suatu kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Ya, si anak baru mengerti bahwa selama ini ia terlalu mempermasalahkan orang tuanya padahal justru yang terpenting adalah membangun kesadaran pribadinya bahwa segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini termasuk hubungan anak-orang tua adalah merupakan bagian dari kehendak Tuhan, tidak ada seorangpun yang bisa melawan-Nya. Mungkin ini fondasi Iman sesungguhnya, renungnya.

Posting Komentar

Comment